PTTI Kritisi Keputusan MenPAN-RB No 571 soal Reformulasi PPPK Teknis

JAKARTA – Persatuan Tenaga Teknis Indonesia (PTTI) mengkritisi Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi  Nomor 571 Tahun 2023 tentang Optimaslisasi Pengisian Kebutuhan Jabatan Fungsional Teknis pada Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Tahun Anggaran 2022.

Wakil Ketua Umum PTTI Muhammad Lutfi menyebutkan, terdapat beberapa diktum yang menjadi perghatian PTTI. Menurut Lutfi, pada diktum ketiga  disebutkan bahwa reformulasi nilai ambang batas seleksi kompetensi teknis ditetapkan berdasarkan nilai terendah pada jabatan yang sama yang formasinya belum terpenuhi.

Sementara pada diktum keempat disebutkan bahwa optimalisasi pengisian jabatan dilakukan bagi peserta eks THK-II atau peserta non-ASN instansi pemerintah. Hal inilah kata Lutfi yang  menjadi sorotan PTTI.

“Isi dari dikum ketiga dan keempat  tersebut sangat kontradiktif dengan apa yang disampaikan Pak Menteri,  bahwa kebijakan reformulasi ini dilakukan dengan tetap menjaga kualitas dan keadilan dalam seleksi PPPK,” katanya, Kamis (3/8/2023).

“Jika nilai ambang batas ditentukan berdasarkan nilai terendah, tentunya ASN yang diterimapun juga perlu dipertanyakan kualitasnya karena tidak ada penyesuaian nilai ambang batas yg dijadikan standar sehingga bagi peserta yang memiliki nilai jeblok pun, asalkan dia merupakan eks THK-II dan non-ASN, maka akan masuk formasi,” imbuhnya.

Bahkan ironisnya tambah dia, bisa menyingkirkan peserta umum/swasta dan peserta non-ASN lintas instansi pemerintah yang memiliki peringkat terbaik. Jika kebijakan reformulasi ini hanya berpihak pada peserta eks THK-II dan non-ASN instansi pemerintah, harusnya kata Lutfi,  dari awal seleksi ini tidak dibuka untuk peserta umum/swasta. Menurut Lutfi, kebijakan tersebut sangat tidak adil dan mencederai sila ke-5 Pancasila, dimana harusnya peserta umum/swasta juga mendapatkan hak yang sama dalam kebijakan reformulasi, bukannya malah dianak-tirikan.

Sementara itu, Sekjen PTTI Fikri Ardiyansyah menambahkan, mengenai penjabaran pada diktum keenam, dimana non-ASN yang dimaksud adalah peserta yang memiliki riwayat kerja terakhir di instansi pemerintah yang dilamarnya pada seleksi PPPK Teknis 2022 juga menjadi kontroversi.

Hal ini dikarenakan tidak semua instansi pemerintah membuka lowongan PPPK Teknis 2022 sehingga para peserta honorer terpaksa melamar lintas Instansi, hal ini dirasa sangat tidak adil mengingat mereka juga telah mengabdi lama dipemerintahan.

“Banyak masukan dari peserta tes PPPK Teknis 2022 agar peserta non-ASN lintas instansi yang terdata di BKN dan pelamar swasta yang masuk dalam peringkat terbaik mendapatkan hak dan kesempatan yang sama yaitu reformulasi sebagaimana yang didapatkan eks THK-II dan non-ASN yang bekerja di instansi pemerintah yang dilamar terutama afirmasi pengabdian sehingga tidak ada diskriminasi terhadap peserta di luar instansi pemerintah.  Dan  tidak logis apabila peserta dengan nilai rendah langsung menggantikan peserta dengan nilai dan peringkat tertinggi tanpa aturan nilai ambang batas yang jelas,” tegasnya.

Tim pengolahan data PTTI  Dian, juga mengkritisi data kelulusan yang disajikan pihak KemenPAN-RB pada saat rapat koordinasi persiapan pengadaan ASN Tahun 2023 di Jakarta,  Rabu (3/8/2023).. PPPK teknis yang dinyatakan lulus sejumlah 51.687 atau 46,8%. Dan setelah reformulasi kenaikan kelulusan PPPK teknis menjadi 69,60% sebanyak 76.867 orang. “Dengan kata lain kenaikan tingkat kelulusan hanya sekitar 22,8%.  Kenaikan kelulusan pasca reformulasi ini belum optimal karena terdapat 30% formasi yang terancam masih kosong,,” ungkap Dian. (asn/rls)

 

Exit mobile version