Bertumbuh Bareng: Filosofi Gilang Margi Membangun Bisnis dari Keterbatasan

Di tengah era digital yang penuh dengan ambisi personal dan pencitraan kesuksesan instan, Gilang Margi Nugroho memilih jalan yang berbeda. Ia bukan sekadar membangun bisnis, tapi membangun rumah besar untuk tumbuh bersama. Rumah itu bernama Gudang Parfum Import, sebuah ekosistem yang lahir dari kegagalan, dibesarkan dengan kerja keras, dan dirawat dengan niat tulus untuk memberdayakan.

Dari Kontrakan, Bukan Konglomerat

Gilang hidup di kontrakan selama 27 tahun. Ia tidak punya warisan bisnis, tidak pula memulai dengan koneksi elit. Semuanya dibangun dari bawah. Ia pernah jual gorengan, casing HP, makanan ringan—bukan karena gaya, tapi karena kebutuhan.

Sebelum parfum, Gilang sempat sukses di bisnis kuliner “Kepiting Nyinyir”. Lima cabang, belasan karyawan, dan omset yang menjanjikan. Namun, pandemi meluluhlantakkan semuanya. Ia kembali ke titik nol.

Parfum: Bukan Produk, Tapi Peluang

Dari reruntuhan harapan, Gilang melihat satu cahaya: parfum. Bukan semata soal wanginya, tapi soal karakternya—mudah dijual, dibutuhkan berulang, dan bisa jadi pintu masuk siapa pun ke dunia bisnis.

Namun yang membedakan Gilang adalah: ia tidak berhenti pada menjual produk. Ia membangun sistem.

Gudang Parfum Import: Ekosistem yang Saling Mengangkat

Model bisnis Gudang Parfum Import tidak dibangun seperti reseller konvensional. Dengan modal Rp1,8 juta, siapa pun bisa ikut. Tapi Gilang tidak ingin sekadar ramai di angka. Ia membentuk kurikulum, bimbingan, materi, dan support yang membuat para reseller—dari ibu rumah tangga sampai korban PHK—benar-benar merasa dibesarkan.

Tidak ada sistem ranking. Tidak ada tekanan target. Yang ada hanyalah filosofi: kalau kamu naik, yang lain harus ikut naik.

Selama setahun pertama, Gilang tidak mengambil gaji. Semua profit diputar untuk sistem dan ekspansi. Hari ini, omzet puluhan juta per hari bukan lagi angka mimpi. Tapi lebih penting dari itu, ada ratusan reseller yang mengubah hidup mereka: bisa sekolahin anak, beliin motor suami, bahkan nyekolahin adik.

Bisnis Bukan Buat Gagah-Gagahan

“Bisnis bukan buat keren-kerenan, tapi buat jadi kendaraan bareng-bareng,” ujar Gilang.

Ia menolak menjual mimpi palsu. Yang ia tawarkan adalah ketekunan, keberanian, dan kerendahan hati untuk belajar dari kegagalan. Ia ingin orang-orang berhenti mengejar bisnis yang ‘cuan cepat’, dan mulai mencari bisnis yang bisa diajak tumbuh bersama.

Karena menurut Gilang, pertanyaan penting dalam membangun usaha bukan “berapa untungnya?”, tapi: “siapa yang bisa ikut tumbuh bersama kita?”

Press Release ini juga tayang di VRITIMES