Harga emas (XAU/USD) melonjak tajam lebih dari 1,5% pada hari Jumat (1/8), dikarenakan rilisnya data tenaga kerja AS yang mengecewakan dan meningkatnya ketegangan antara Rusia dan AS. Menurut Andy Nugraha, analis dari Dupoin Futures Indonesia, kombinasi antara lemahnya data Nonfarm Payrolls (NFP) dan memburuknya situasi geopolitik mendorong investor untuk kembali memilih emas sebagai aset safe haven.
Rilis NFP menunjukkan penambahan lapangan pekerjaan di bulan Juli hanya mencapai 73.000, jauh di bawah perkiraan pasar yang mengantisipasi angka 110.000. Selain itu, tingkat pengangguran di AS juga naik dari 4,1% menjadi 4,2%, yang menunjukkan bahwa perlambatan ekonomi AS mungkin lebih dalam dari yang diperkirakan sebelumnya. Andy menjelaskan bahwa kondisi ini meningkatkan kemungkinan Federal Reserve akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat, yang secara historis menjadi pemicu naiknya harga emas.
Meski begitu, Andy mengingatkan bahwa ada potensi koreksi harga emas karena dolar AS sempat menguat pada awal sesi Asia hari Senin (4/8). Penguatan ini terjadi akibat rebound teknikal pasca tekanan berat dari rilis data NFP. Akibatnya, harga emas sempat turun dan menguji level sekitar $3.360.
Secara teknikal, Andy menilai bahwa tren bullish masih mendominasi pergerakan emas. Hal ini tercermin dari pola candlestick yang terbentuk di akhir pekan dan dukungan indikator Moving Average yang mengarah ke atas. Dengan momentum ini, peluang emas untuk kembali naik sangat terbuka, dengan target resistance terdekat di sekitar $3.363.
Namun, jika harga tidak mampu mempertahankan tren naik dan justru mengalami koreksi lebih dalam, maka level support terdekat berada di area $3.338. Andy juga mengingatkan pentingnya mengamati perkembangan geopolitik dan arah kebijakan perdagangan AS, karena kedua faktor ini dapat memicu lonjakan volatilitas pasar.
Salah satu faktor geopolitik yang turut menjadi sorotan adalah kebijakan tarif baru yang diumumkan oleh Presiden AS, Donald Trump. Tarif sebesar 35% diberlakukan terhadap berbagai produk impor dari negara mitra dagang, termasuk Kanada dan Tiongkok. Ketegangan pun meningkat setelah AS mengirimkan kapal selam nuklir sebagai reaksi atas komentar keras dari pihak Rusia. Kondisi ini semakin menambah kecemasan global, yang pada akhirnya mendongkrak permintaan terhadap emas sebagai instrumen perlindungan nilai.
Andy Nugraha menyimpulkan bahwa dalam jangka pendek, prospek harga emas masih positif. Meskipun dolar AS menunjukkan penguatan, namun lemahnya data ekonomi AS dan ketidakpastian global tetap menjadi faktor penopang utama. Selama belum ada perubahan signifikan dalam ekspektasi terhadap kebijakan suku bunga The Fed dan ketegangan geopolitik belum mereda, maka emas kemungkinan besar akan tetap menjadi instrumen pilihan utama para investor dalam menghadapi risiko pasar.
Press Release ini juga tayang di VRITIMES