Bersama Menyelamatkan Industri Baja Nasional sebagai Pondasi Pembangunan Indonesia

Jakarta, 2 Oktober 2025 – PT Krakatau Steel (Persero) Tbk melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI pada hari Selasa, 30 September 2025, bertempat di Gedung DPR RI, Jakarta. Dalam kesempatan ini, Direktur Utama Krakatau Steel, Akbar Djohan, menyampaikan sejumlah langkah strategis penyehatan perusahaan yang menjadi bagian penting dalam menjaga kedaulatan industri baja nasional.

Pasalnya, Industri baja
nasional merupakan pondasi strategis pembangunan menuju Indonesia Emas 2045.
Baja berperan vital dalam berbagai sektor pembangunan, di antaranya dalam
mendukung proyek strategis nasional, ketahanan energi dan teritorial, proyek
manufaktur dan hilirisasi mineral, pembangunan perumahan (program 3 juta rumah),
industri otomotif dan transportasi, hingga pertahanan dan keamanan nasional.

Sebagai industri strategis
yang menguasai hajat hidup orang banyak, penguasaan sektor baja oleh negara
sejatinya memiliki landasan konstitusional sebagaimana diamanatkan dalam UUD
1945 Pasal 33 ayat 2, yaitu “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara” dan pasal 33 ayat
3, yaitu “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Dengan
demikian, intervensi pemerintah terhadap industri baja bukan sekadar pilihan,
melainkan keharusan konstitusional.

Tantangan Industri Baja
Domestik Hingga Global

Secara statistik, kebutuhan
baja di Indonesia terus meningkat. Hal ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi
yang sehat. Namun, industri baja nasional masih menghadapi tekanan dari produk
impor. Sekitar 40–55% kebutuhan baja nasional masih dipenuhi oleh impor, atau
setara dengan nilai 80 triliun rupiah per tahun. Utilisasi kapasitas industri
baja Indonesia saat ini masih di bawah 57%, jauh dari standar ideal sebesar
80%. Hal ini menandakan bahwa sebenarnya produk impor sebenarnya masih mampu
diproduksi di dalam negeri.

“Berdasarkan pengalaman
Krakatau Steel dalam mencari mitra kerja sama, hal pertama yang selalu mereka
tanyakan adalah bagaimana proteksi baja impor di Indonesia, karena jika
proteksi tidak kuat, mereka lebih memilih impor ke Indonesia dibandingkan
dengan berinvestasi di Indonesia,” terang Direktur Utama PT Krakatau Steel
(Persero) Tbk,  Akbar Djohan saat
melakukan pemaparan pada RDP dengan Komisi VI DPR RI (30/9).

Dalam skala global, industri
baja saat ini menghadapi tekanan besar akibat oversupply dari Tiongkok.
Negara tersebut meningkatkan ekspor baja sebagai upaya menekan kelebihan
pasokan domestik, sehingga mendorong penurunan harga dan margin industri baja
dunia. Ekspor baja Tiongkok meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2022
hingga 2024, yaitu dari 67 juta ton per tahun menjadi 117 juta ton per tahun
hingga akhir 2024. Angka ini menunjukkan kurang lebih 53% ekspor dilakukan
Tiongkok ke negara berkembang khususnya ke negara Asia atau sebesar 40 – 48
juta ton per tahun.

Belajar dari Industri Baja
Internasional

Pemerintah Indonesia saat
ini baru menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk Hot
Rolled Plate (HRP) dan Hot Rolled Coil (HRC).
Namun, produk Cold Rolled
Coil (CRC
) dan baja hilir masih minim proteksi jika dibandingkan,dengan beberapa
negara yang telah menerapkan proteksi tarif impor yang kuat. Negara-negara
tetangga dalam lingkup ASEAN seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, juga Uni
Eropa telah menerapkan tarif impor setidaknya 20% untuk produk baja
domestiknya. Amerika Serikat bahkan menerapkan tarif impor 265,79% untuk CRC
dan 137,76% untuk produk baja hilir.

Paradigma persaingan
industri baja global kini bukan lagi antara perusahaan berhadapan dengan perusahaan,
melainkan antara kebijakan Pemerintah berhadapan dengan kebijakan Pemerintah
dalam melindungi industri baja dalam negerinya. Oleh karena itu, Indonesia
perlu segera memperkuat instrumen proteksinya. Dengan dukungan kebijakan
Pemerintah dan restrukturisasi keuangan, Krakatau Steel Group optimis mencatat
pertumbuhan yang lebih baik.

Program Penyehatan dan
Dukungan yang Diharapkan

Krakatau Steel menetapkan
tiga inisiatif strategis dalam program penyehatan. Pertama, yaitu membangun
bisnis core steel yang sustainable dengan melakukan penguatan pada
fasilitas produksi Hot Strip Mill (HSM) dan Cold Rolling Mill (CRM),
hingga efisiensi biaya menyeluruh untuk meningkatkan daya saing. Kedua, melakukan
pengembangan bisnis infrastruktur dan downstream, di antaranya pengembangan
kawasan industri dan fasilitas penunjang hingga optimalisasi hilirisasi produk
baja. Dan yang ketiga, yaitu restrukturisasi keuangan, di antaranya dukungan
pendanaan modal kerja dari Danantara hingga restrukturisasi utang Perseroan.

Untuk memperkuat industri
baja domestik membutuhkan dukungan dari berbagai pihak di antaranya:

1.   
Restrukturisasi Utang & Modal Kerja

Penyediaan modal
kerja untuk keberlangsungan operasi Krakatau Steel.

2.   
Pengendalian Tata Niaga Impor

Impor baja hanya dilakukan bila kebutuhan tidak dapat dipenuhi produsen
dalam negeri.

3.   
Perlindungan Pasar Baja Domestik

Percepatan
penerapan instrumen proteksi berupa BMAD, safeguard melalui Bea Masuk Imbalan
(countervailing duty), hingga Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)

4.   
Hilirisasi dan Sinergi Industri

Dukungan pengembangan hilirisasi baja untuk industri perkapalan, alat
militer, transportasi, serta program 3 juta rumah.

5.   
Percepatan Recovery Krakatau Steel

Menjadikan
Krakatau Steel Group sebagai “One Stop Services” rantai pasok baja
nasional melalui kolaborasi dengan swasta hingga koperasi.

Komisi VI DPR RI menyambut positif hingga turut
berkomitmen dalam upaya mengembalikan kedaulatan industri baja nasional. Pihaknya
mengakui begitu banyak tantangan dan peluang yang dihadapkan industri baja di
hulu hingga ke hilir yang perlu diselesaikan bersama, khususnya Krakatau Steel Group
yang menjadi tumpuan industri baja nasional.

Adapun dukungan yang disetujui oleh Komisi VI
DPR RI di antaranya terkait pelaksanaan dan percepatan restrukturisasi utang
dan penyediaan modal kerja oleh Danantara sebesar USD500 juta yang akan
diberikan secara bertahap untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk
operasional Perusahaan, pengendalian tata niaga impor, percepatan penerapan
instrument perlindungan pasar baja domestik, pelaksanaan hilirisasi produk baja
melalui sinergi dengan berbagai industri terutama dalam mendukung Asta Cita,
menjadikan Krakatau Steel Group sebagai one stop services sebagai
kepanjangan tangan Pemerintah Indonesia, hingga mengadakan rapat kerja atau konsinyering
dengan Danantara, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Keuangan, para pelaku industri baja nasional, hingga industri lainnya yang
masih berkaitan dengan upaya penyelamatan industri baja nasional.

“Semua anggota Komisi VI DPR RI mendukung upaya
perbaikan untuk Krakatau Steel sebagai industri baja nasional ini bisa lebih
maju lagi, dan ini sangat erat kaitannya dengan kebijakan-kebijakan Pemerintah
yang harus terus kita dorong,” jelas Pimpinan Rapat Dengar Pendapat / Wakil
Ketua Komisi VI DPR RI, Adisatrya Suryo Sulisto.

Direktur Utama Krakatau Steel Akbar Djohan
mengapresiasi dukungan yang diberikan oleh Komisi VI DPR RI sebagai semangat
baru bahwa pihak legislatif memberikan atensi yang luar biasa terhadap
kebangkitan Krakatau Steel beserta industri baja nasional. “Tidak ada satu pun
negara besar di dunia yang tidak memiliki industri baja yang kuat, sehingga
kami bertekad mati-matian membuktikan janji kami yaitu memberikan keuntungan di
tahun ini bahkan tahun-tahun berikutnya akan menjadi kenyataan,” tutup Akbar
Djohan yang juga
menjabat sebagai Chairman ALFI/ILFA
(Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia) serta Chairman IISIA (Indonesia
Iron & Steel Industry Association).

Lebih lanjut, inisiatif tersebut adalah bagian dari kemajuan/kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Dan hal ini bagian dari ASTA CITA Presiden Prabowo
Subianto.

Press Release ini juga tayang di VRITIMES

Exit mobile version