BANTEN | KANAL TANGERANG — Pelantikan Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Muhammad Tranggono oleh Pj Gubernur Provinsi Banten Al Muktabar dinilai kurang relevan, karena sampai saat ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum mengeluarkan regulasi teknis yang mengatur tentang mekanisme pemilihan, pengangkatan, kewenangan, monitoring dan evaluasi penjabat gubernur.
Padahal semestinya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sudah menerbitkan regulasi tersebut sebelum mengangkat Pj Gubernur Banten, sehingga tidak muncul masalah dikemudian hari.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman mengatakan, pelantikan Pj Sekda Banten Muhammad Tranggono oleh Pj Gubernur Provinsi Banten Al Muktabar, melalui Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor : 821: /Kep.076-BKD/2022 tentang Pengangkatan Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Banten, dinilai kurang tepat. Pasalnya, Al Muktabar bukanlah Gubernur definitif melainkan hanya seorang Pj Gubernur sementara yang diangkat oleh Mendagri untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang habis masa bhaktinya.
“Pelantikan Pj Sekda yang dilakukan Pj Gubernur Banten itu abu-abu. Sejak dari awal, kami mendorong Mendagri Tito Karnavian untuk mengeluarkan regulasi soal petunjuk teknis pengangkatan dan kewenangan Pj Gubernur. Hingga saat ini, Mendagri belum mengeluarkan regulasi tersebut,” ujar Herman, dikutip Rabu 25 Mei 2022.
Menurut Herman, pelantikan Pj Sekda Provinsi Banten dapat menimbulkan kekacauan (chaos) dalam memberikan pelayanan publik di lingkungan Pemerintahan Daerah Provinsi Banten. Karena itu, lanjut Herman, regulasi petunjuk teknis soal pengangkatan dan kewenangan Pj Gubernur, perlu segera dikeluarkan oleh Mendagri, “Agar tidak terjadi kesimpangsiuran kewenangan Pj, termasuk soal seperti apa evaluasi dan monitoring terhadap kinerja Pj. Harus ada hitam di atas putih,” cetusnya.
Seperti diketahui hingga saat ini, pengangkatan Pj Gubernur, Mendagri masih mengacu pada Permendagri No. 1 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara Bagi Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Herman menilai, regulasi itu tidak relevan lagi karena hanya mengatur soal masa jabatan Kepala Daerah yang melakukan cuti selama enam bulan untuk kegiatan kampanye, tidak mengatur tentang masa jabatan Kepala Daerah yang habis masa baktinya.
“Hari ini Pj itu bisa menjabat selama satu tahun atau diperpanjang lagi dua tahun. Kewenangannya harus diperjelas karena Pj ini melewati hingga dua tahun anggaran pembangunan (APBD) dan itu adalah keputusan-keputusan strategis. Dan apakah Permendagri no 1 tahun 2018 itu masih relevan? Maka dalam konteks ini aturan tersebut sudah tidak relevan. Dan ini bisa menimbulkan Chaos dan berbahaya. Apalagi jika yang dilakukan Pj Gubernur Provinsi Banten diikuti oleh Pj Gubernur Provinsi lainnya, ini baru bulan pertama,” jelasnya.
Agar kegaduhan ini tidak meluas, dirinya mendesak Mendagri untuk segera mengeluarkan regulasi petunjuk teknis pemilihan Pj Gubernur, Bupati dan Walikota sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XX/2022 yang diketok palu pada tanggal 10 Maret 2022, mengenai penunjukan penjabat gubernur, bupati, dan walikota yang masa jabatannya berakhir di tahun 2022 yang mensyaratkan soal penerbitan regulasi baru tentang mekanisme pemilihan, pengangkatan penjabat, soal kewenangan penjabat, soal monitoring dan evaluasi penjabat.
“Jika tidak ada regulasi soal pengangkatan dan kewenangan Pj Gubernur, akibatnya secara legalitas pelantikan Pj Gubernur tidak memiliki dasar hukum yang kuat, tentu hal ini sangat rawan digugat,” pungkasnya. (Red)