KABUPATEN TANGERANG – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang menggelar restorative justice (RJ) atas dua perkara tindak pidana umum (Pidum). Yakni, kasus pencurian handphone berikut penadahannya.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang Ricky Tommy Hasiholan mengatakan, perkara yang diselesaikan melalui upaya restorative justice melibatkan dua tersangka.
Yakni, keduanya inisial RR dan inisial AND atas perkara pencurian handphone dan penadahannya. Keduanya merupakan warga Desa Jeugnjing, Kecamatan Cisoka dan Desa Bantar Panjang, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang.
“Penyelesaian perkara ini dilakukan atas dasar pendekatan restoratif yang menekankan pada pemulihan keadaan semula bagi korban, pelaku, dan masyarakat,” katanya kepada awak media, Kamis (20/6/2024).
Ia menjelaskan, melalui mekanisme keadilan restoratif, Kejari Kabupaten Tangerang telah memastikan hak-hak korban terpenuhi. Yakni, pemulihan keadaan semula dan kompensasi atas kerugian yang diderita korban.
Begitupun, lanjut Ricky, kedua pelaku mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka, dan masyarakat merasakan nilai keadilan yang sesungguhnya. “Manfaat yang diperoleh dari pendekatan restorative justice ini sangat luas,” katanya.
Mantan Asisten Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Banten memaparkan, ada tiga pihak yang mendapat manfaat dari restorative justice, yakni, korban, pelaku dan masyarakat.
Bagi korban, mendapatkan kompensasi dan rekonsiliasi langsung dari pelaku, memberikan rasa keadilan yang lebih personal dan efektif dibandingkan proses pengadilan tradisional.
Lalu, kata Ricky, bagi pelaku, mekanisme RJ memberikan kesempatan untuk bertanggung jawab langsung atas tindakan mereka melalui permintaan maaf, perbaikan kerugian, dan komitmen untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama.
Adapun, bagi masyarakat, pendekatan ini memberikan pemahaman bahwa keadilan tidak selalu harus berbentuk hukuman, tetapi juga bisa melalui proses pemulihan keadaan semula dan berkelanjutan hubungan sosial.
“Tidak hanya memberikan manfaat dari segi pemulihan keadaan semula, pendekatan ini juga membawa manfaat dari aspek cost and benefit. Mengingat asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, perkara yang telah mencapai perdamaian dan ada pemulihan keadaan semula tidak perlu lagi dibawa ke persidangan,” paparnya.
Hal ini, menurut Ricky, menghemat biaya dan waktu, mengurangi beban biaya pengadilan, dan mempercepat penyelesaian perkara.
Selain itu, penyelesaian perkara dengan damai di luar pengadilan membantu mengurangi jumlah kasus yang harus ditangani oleh pengadilan dan mencegah overcapacity di Lembaga Pemasyarakatan.
“Proses yang lebih cepat dan tidak berbelit-belit juga memberikan kepuasan bagi semua pihak yang terlibat, baik korban, pelaku, maupun masyarakat,” jelasnya.
Lanjutnya, keberhasilan penyelesaian dua perkara ini melalui mekanisme restorative justice di Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang menunjukkan komitmen instansi dalam mengedepankan keadilan yang lebih manusiawi dan efisien. “Kami berharap pendekatan ini dapat memberikan kontribusi positif bagi kehidupan masyarakat,” pungkasnya. (nhd)