JAKARTA – Kolektor wastra Nusantara, Quoriena Ginting, kembali menggelar pameran koleksi kainnya yang ke-10 dengan tema “Rangkaian Bunga dan Budaya pada Wastra Nusantara”. Pameran bertajuk “Nusawastra Silang Budaya” ini diselenggarakan di Cikini 82, Jakarta, dan menampilkan kekayaan wastra dari berbagai daerah di Indonesia.
Siaran pers ini dibuka langsung oleh Quoriena Ginting, didampingi suaminya, Bapak Daniel Ginting selaku pendiri Ginting Institute yang turut mendukung acara, serta Mbak Vanessa sebagai pengelola atau pemilik lokasi pameran, Cikini 82.
Dedikasi Seorang Kolektor Wastra
Dalam paparannya, Quoriena Ginting menceritakan perjalanannya menjadi kolektor wastra yang dimulai sejak sekitar 20 tahun lalu, berawal dari ketertarikannya pada sehelai kain company tua.
“Saya memulai koleksi saya sekitar 20 tahun yang lalu. Awalnya saya tidak terlalu tertarik soal kain, tapi suatu ketika ada tukang antik menawarkan kain company yang kondisinya robek-robek. Dari situ saya mulai belajar, kenapa kain seperti ini dikoleksi,” ujar Quoriena.
Kecintaannya terhadap wastra mendorongnya untuk membuat buku “Nusawastra Silang Budaya” yang terbit dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Proses pembuatan buku ini memakan waktu tiga tahun, di mana Quoriena aktif berkeliling Indonesia, bertemu dengan para seniman wastra di daerah-daerah seperti Padang, Pekalongan, dan Bangkalan.
“Suami saya (Danil Ginting) bilang, ‘Bagusnya kamu buat buku, supaya yang bisa menikmati kain kamu bukan hanya teman-teman kita. Kalau kita buat buku kan semua orang bisa lihat’,” kenang Quoriena.
Buku yang terbit tahun 2016 tersebut memuat 245 kain pilihannya dan sengaja dibuat dengan narasi yang mudah dibaca, menjauhi gaya yang terlalu teoritis, agar lebih menarik bagi pembaca Indonesia.
Pameran ke-10 sebagai “Museum Berjalan”
Pameran kali ini merupakan penyelenggaraan yang kesepuluh kalinya bagi Quoriena Ginting sejak pameran pertamanya di tahun 2014. Ia menyebut kegiatan berpameran ini sebagai cara untuk menciptakan “museum berjalan” agar masyarakat dapat melihat langsung dan mengapresiasi keindahan wastra Nusantara.
“Ini adalah salah satu cara saya supaya orang juga bisa melihat betapa luar biasanya Indonesia dan saya juga bisa sharing passion saya. Saya ingin supaya kesenangan saya, kecintaan saya, pengetahuan saya itu tidak berhenti di saya, tapi saya bisa sharing-kan ke banyak orang,” jelasnya.
Tema dan Filosofi “Nusawastra Silang Budaya”
Menjawab pertanyaan media mengenai pemilihan judul “Nusawastra Silang Budaya”, Quoriena menjelaskan bahwa hal itu terinspirasi dari keunikan Indonesia sebagai negara kepulauan di mana setiap pulau memiliki wastra unggulan (high-end) yang sayangnya banyak yang sudah mulai punah.
“Silang budaya” merujuk pada adanya persilangan budaya yang terlihat di setiap wastra, seperti pengaruh India (contohnya motif Patola pada tenun ikat Sumba dan Bali), Arab, dan Cina. “Kami akhirnya putuskan namanya Nusawastra Silang Budaya,” ujarnya.
Tema pameran kali ini, “Rangkaian Bunga dan Budaya pada Wastra Nusantara”, terinspirasi dari keindahan motif buketan atau rangkaian bunga yang banyak terdapat pada koleksi kainnya. Quoriena juga menekankan bahwa koleksinya tidak hanya berfokus pada kain kuno, langka, atau yang sudah tidak diproduksi, tetapi juga pada wastra-wastra baru yang cantik.
“Saya tidak mau terfokus sama masa lalu. Justru saya juga mau fokus saya melihat masa sekarang, kain-kain mana yang bagus supaya juga saya bisa jaga itu untuk masa depan,” tutupnya.
Tema bunga terinspirasi dari banyaknya motif buketan atau rangkaian bunga yang ada pada koleksi kainnya, termasuk Batik lawas karya Eliza van Zuylen yang diperkirakan dibuat sejak tahun 1800-an. Motif floral ini menjadi bahasan utama yang menunjukkan persilangan budaya dalam wastra Nusantara.
Koleksi Unggulan dari Berbagai Penjuru Nusantara
Pameran ke-10 ini menampilkan koleksi wastra pilihan, mulai dari Batik (Lasem, Kudus, Madura, Pekalongan), ragam Tenun dari Nusa Tenggara, hingga kain sakral Gringsing dari Bali. Kain Gringsing, yang dikenal sebagai satu-satunya kain dengan teknik ikat ganda (double ikat) di Indonesia, menjadi salah satu sorotan utama.
Selain koleksi pribadi Quoriena Ginting, pameran ini juga menampilkan karya dari para seniman wastra yang masih aktif berkarya, seperti:
• Dudung Alie Syahbana: Menghadirkan Batik motif-motif modifikasi seperti penggabungan motif larangan dengan tokoh pewayangan Jawa.
• Henni Adli: Memamerkan Songket Silungkang, ragam sulam Sumatera Barat, dan kerajinan krancang.
Quoriena Ginting berharap pameran ini tidak hanya menyajikan keanekaragaman wastra, tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai luhur dan memberi ruang dialog tentang bagaimana tradisi wastra dapat terus hidup dan relevan di era modern.